[Cot Glie | Muhammad Yakub Yahya] Mari kita camkan beberapa kesamaan dan perbedaan kelahiran dan kematian. Moga dengan delapan (atau sembilan) perkara ini, jadi ajang kesiapsiagaan kita di dalam dan di luar.
“Mudah-mudahan kita selalu dalam kelompok senang saling wasiat-menasehati dalam kebenaran dan kesabaran,” ajak Kabid PD Pontren Kanwil Kemenag Aceh H Abrar Zym, asal Labuhan Haji Aceh Selatan itu.
Lanjut H Abrar, dalam ta’ziyah siang Rabu (21/1) itu, bahwa di antara kesamaan kelahiran dan kematian, pertama, sama-sama dimandikan. Bayi mungil lahir dimandikan, saat bidang menyapanya, dan mayat pun dimandikan, setelah nyawanya pamit seusai Izrail menggenggamnya.
Kedua, orang umumnya tahu yang membantu persalinan bayi, dan orang pun umumnya kenal dengan manusia yang membantu fardhu kifayahnya, hingga ke pemakaman.
Lanjutnya, yang ketiga, dan ini perbedaan antara lahir dan mati, ialah jelang kelahiran disambut suka dan dipersiapkan. Namun jika tiba-tiba mati, disambut duka dan umumnya tidak ada persiapan.
Baju dipersiapkan jika songsong kelahiran manusia. Namun baju dan pakaian lainnya diasingkan atau disumbangkan jika kita telah tiada. Ini mungkin beda yang keempat antara lahir dan mati kita.
Yang kelima, lanjut Ustadz Abrar (dalam acara yang jauh di Gampong Lampoh Raja, Lampakuk, Cot Glie, Aceh Besar) itu, bahwa semua manusai ingin kembali ke dunian, jika sudah meninggal. Namun tak ada yang ingin kembali ke rahim, jika sudah lahir dari perut bunda ke perut bumi.
“Tatkala manusia mati, dia ingin kembali ke dunia, mau laksanakan amal shalih…” demikian makna salah satu ayat dalam QS Al-Mu’minun, kutip Abrar.
Jadi, kita ingin kembali bukan ingin selesaikan kredit rumah komplek Kemenag, bukan karena belum selesainya SKP, bukan karena lupa teken, dan bukan karena maksud murahan lainnya, tapi ingin beramal shalih, ikhlas beramal.
Lanjutan keenam, dan ini masuk perbedaan juga, saat kita bayi dikenakan pakaian biasanya selapis saja, dan dibiarkan terbuka kaki, tangan, dan muka. Namun kita jadi mayat, kita ditutup habis sekalian, berlapis-lapis, tampa ada yang kelihatan.
Ketujuh, kala kita baru bayi yang ‘bau’ ketuban itu, kita disunnahkan azan, singkat! Tapi saat kita mati berbau tanah itu, tak disuruh azan, hanya shalat empat takbir, juga singkat! Ujar Prof Buya Hamka, “Jarak antara lahir dan mati, laksana jarak antara azan dan shalat.”
“Jadi, hidup bukan hanya antara finger print ke finger print,” sindir Pak Abrar yang lumayan kocak itu.
Kedelapan, lanjut Abrar-Kabid PD Pontren (dalam ta’ziah yang dihadiri Kakanwil Kemenag Aceh Drs H Ibnu Sa’dan MPd, para Kabid (Kabid PAIS Drs H Saifuddin AR, Kabid PHU Drs Herman MSc, Kabid Urais Binsyar Drs H Hamdan MA, dan Kabid Penais Zawa Drs Bukhari MA), para Kasubbag/Kasi dan jajarannya itu, bahwa “Lahir bisa diatur kapan dan di mana, dia bisa diatur misal pukul 11, tanggal 11, bulan 11, tahun 2011.” Dalam ta’ziah kali ini Kabid Penmad Drs Efendi MSi sedang dinas di luar.
“Namun kematian tidak bisa ditetapkan manusia, kecuali mungkin, lima terpidana mati kasus narkoba yang dieksekusi itu, disusul kelompok Bali Line itu, tapi itu pun terlambat beberapa menit dari jadwal,” sambungnya dalam acara yang ramai meski jauh dengan Kanwil itu.
Sambung Ustadz Azhar MA (Kasi Pembinaan Jamaah di Bidang PHU), yang juga sampaikan ‘kata terima kasih’, mewakili ahlul bait, atas nama H Yasih SAg MA (Kasi Pengelolan Anggaran di Bidang PHU, sebaga tuan rumah atas meninggal dunia mertuanya Hj Fatimah binti Muhammad Yusuf) itu, “Kalau boleh saya tambah yang kesembilan, “Lahir itu ada tertib/urutannya, tapi mati tak ada tertibnya.”
“Maksudnya tidak mungkin cucu lebih duluan dari kakek lahirnya. Namun mati bisa saja anak lebih dulu dari bapaknya. Kakek bisa mati belakangan setelah cicitnya….”
Jadi, lahir berurutan: dari datok, kakek, ayah, anak, hingga cucu dan ciict; tapi mati siapa duga, siapa duluan, soe awai? Mungkin Staf dulu, atau Kabid dulu, atau…
[gepe, akhyar, fajriah, ahsan, amwar, lia, dan peter]