[Banda Aceh | Muhammad Yakub Yahya] Dalam perjalanannya, kita dari Aceh ‘telurkan’ banyak ide dan inovasi. Lantas terkadang tidak kontinyu dan tidak dilanjutkan dengan serius, akhirnya, ide dan model kita diadopsi orang lain. Jadi yang maju orang lain, kita jadi penonton dan bilang, 'itukan kami Aceh yang ujicobakan pertama dulu'.
Pemikir pendidikan, politik, dan ekonomi, budaya, agamawan, dan adat, lalu mencoba model lain, dan biasa tidak serius dan tidak keterusan dalam pelakanaannya, dan diambil lagi oleh orang luar, lalu maju mereka di atas kita yang punya ide dan model awal.
Anak Aceh sebenarnya cerdas, bahkan kecerdasannya satu level di atas level rata-rata nasional. Anak kita unggul jika ikuti even di luar. Piala pun diboyong oleh madrasah dan sekolah, juga guru yang inovatif. Sering juara, namun itu seakan lenyap di tengah kemundurran dan rangking secara umum yang berada di bawah nasional. Demikian di antara paparan Prof Dr Warul Walidin Ak MA, Ketua MPD, dalam Sosialisasi USBNPAI (siang Sabtu, 22/2), di Banda Aceh, yang sebelumnya ikuti acara yudisium di UIN Ar-Raniry (paginya).
Sementera malam sebelumnya, Jumat malam (21/2), Drs Sulaiman Lt MPd, satu Kasi PAI di Bidang PAIS sampiakan materi seputar teknis USBNPAI. Termasuk mengantisipasi kekurangan tahun lalu dengan melebihkan soal. Namun sayang saat acara, tidak dibawa contoh LJK lama untuk dievaluasi dan disosialisasikan, pada peserta dari Para Kasi Pais/Pendis/Pakis dan Kabid Dikmen se Aceh. [l/j]