[Banda Aceh | Muhammad Yakub Yahya] Masih dalam suasana Isra` dan Mi`raj Nabi Muhammad SAW (yang intinya antara lain perintah shalat), Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Aceh (Drs H Ibnu Sa’dan MPd) juga kaitkan isi Khutbah Jumat, makna shalat jamaah dengan persatuan dan persaudaraan umat.
“Shalat berjamaah mendidik kita bersatu, antara Muslim yang satu orang Islam yang lain. Antara pedagang dan pembeli, antara guru dan murid, dan profesi lainnya, terjalin ukhuwah seusai shalat, dengan salam-salaman misalnya,” lanjut Kakanwil yang baru dua hari kembali dari Bireuen, bersama Kakankemenag dan jajarannya yang lain dalam rangka Rakor RKA-SK (26-29/5).
“Pentingnya persatuan dan persaudaraan umat, kita ibaratkan dengan tubuh manusia. Kita yang beriman ini, bagaikan tubuh yang satu, jika sakit anggota yang satu, dirasakan oleh anggota yang lain,” jelas Kakanwil sambil mengutip hadits Nabi, dalam Khutbah di Masjid Raya Baiturrahman.
“Banyak nilai dari shalat, terutama shalat berjamaah, bukan hanya kuantitas yang 27 kali lipat pahala daripada shalat sendirian. Tapi termasuk makna kepatuhan pada imam,” jelas Kakanwil dalam khutbah Jumat dalam suasana rintik dan usai hujan deras, di pekan terakhir bulan Mei (30/5), dan awal Sya`ban 1435 H (1 Sya’ban) itu.
Sembari mengutip salah ayat dari QS. Ali Imran (wa’tashimu bi hablillahi jami’a wa la tafarraqu…) seputar persatuan, dan ayat itu pula diulang sang Imam (Ustadz Jamhuri Ramly SQ), Kakanwil ulangi lagi kiat agar umat bersatu. Di antaranya dengan berjamaah sebagaimana penjelasan di atas, silaturrahmi, toleransi, lapang dada, dan saling menghargai.
Perselisihan telah lama ada. Di sini butuh sikap toleran untuk utuhkan persatuan. “Bukan isapan jempol, untuk penyatuan umat, jika umat saling berlapang dada atas perbedaan yang furu’iyah, jika umat ber-tasammuh (tolerasis) sesama,” sambung H Ibnu Sa’dan lagi, dalam Khutbah Jumat, dua hari jelang pelantikan Pengurus DPWBKPRMI Aceh (Sabtu malam, 31/5) di Halaman Masjid Raya yag telah siap panggung dan teratak (memang sengaja tak dibongkar seusai peringatan Isra` dan Mi`raj malam Rabu lalu) itu.
Kakanwil menutup khutbah pertama dengan ajakan untuk mendidik diri kita dan anak untuk saling bersaudara, degan saling mencintai, juga tak banyak prasangka pada sesama. Jika kita tak bisa memberi manfaat, rasa gembira, dan pujian, janganlah memudharatkan, membuat sedih, dan mencela.
“Yahya Ar-Razi berkata, “Hendaklah setiap orang mukmin minimal mendapatkan tiga hal dari diri Anda: Jika Anda tidak bisa memberinya manfaat (keuntungan), maka jangan memberinya mudharat (kerugian), jika Anda tidak bisa membuatnya gembira, maka jangan membuatnya bersedih, dan jika Anda tidak mau memujinya, jangan mencelanya,” kutip Kakanwil dari Yahya bin Mu’adz Ar-Razi (ulama abad 2 H atau awal abad 3 H), di akhir taushiah siang, yang kemarin juga Kakanwil telah memberikan materi pada kegiatan pembinaan tenaga teknis SIMAKBMN yang diadakan Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam di Banda Aceh, dan sore Jumat rencana membuka acara dialog umat di Grand Nanggroe Banda Aceh itu.
[foto: sehari sebelum khutbah di dalam Masjid Raya Baiturrahman, santri TPQ Plus sedang belajar shalat bersama Ustadz/ah]